Jatuhnya Kekuasaan Assad: Nasib Aset Iran di Suriah
Kondisi fasilitas kesehatan di Deir ez-Zor, Suriah, yang dibangun atau didukung oleh Iran, menjadi sorotan utama setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada Desember 2024. Rumah Sakit Al-Shifa di Al-Mayadeen, yang sebelumnya dikelola oleh milisi pro-Iran, kini berada di bawah pengawasan pemerintah transisi yang dipimpin Presiden Ahmed al-Sharaa.
Fasilitas ini, yang sempat merawat anggota milisi Iran penderita pneumonia seperti terlihat dalam video pendek pada Oktober 2024, masih beroperasi meski dengan keterbatasan sumber daya yang parah.
Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa hanya satu rumah sakit utama di Deir ez-Zor yang berfungsi sebelum Assad lengser untuk 1,5 juta penduduk, dan Al-Shifa kini menjadi rumah sakit umum.
Wilayah ini, yang sering menjadi target serangan drone AS terhadap milisi Iran, mengalami ketidakstabilan selama Assad berkuasa, membuat akses ke fasilitas kesehatan semakin sulit bagi penduduk umum.
Pemerintahan al-Sharaa, yang dibentuk pada Maret 2025 dengan konstitusi sementara, telah mengambil alih berbagai fasilitas publik yang sebelumnya dikuasai Iran dan Hezbollah. Rumah sakit-rumah sakit seperti Al-Assad Hospital di Deir ez-Zor kota, yang rusak parah akibat perang, kini dikelola oleh Kementerian Kesehatan Suriah dengan dukungan dari organisasi seperti Medair dan dana Swiss serta Uni Eropa.
Fasilitas ini mengalami kekurangan dokter, obat-obatan, dan listrik, sementara populasi governorate mencapai 1,4 juta jiwa termasuk pengungsi internal. Meski begitu, kini perlahan mulai pulih.
Hezbollah, yang pernah mengirim ribuan pejuang ke Suriah sejak 2013, kehilangan pengaruhnya setelah kesepakatan perbatasan Lebanon-Suriah pada Maret 2025 yang membongkar pos-pos ilegal mereka. Pemerintah baru menutup kantor-kantor Hezbollah yang tersisa, seperti yang ditangkap pada September 2025 di Sa'sa'-Kanaker, menunjukkan upaya membersihkan elemen pro-Iran dari infrastruktur publik.
Fasilitas militer Iran di Suriah, seperti basis IRGC di Albu Kamal dan Al-Asharah, kini menjadi milik pemerintah. Pada Februari 2025, pasukan Suriah merebut pabrik-pabrik Captagon yang dikelola Hezbollah di perbatasan Lebanon-Suriah, menghasilkan jutaan pil narkoba yang sebelumnya mendanai operasi mereka.
Kesepakatan antara al-Sharaa dan SDF pada Maret 2025 mengintegrasikan pasukan Kurdi ke institusi pusat, memberi Suriah kesempatan perdamaian. Meski Rusia mempertahankan basisnya di Tartus dan Khmeimim, pemerintahan baru Suriah menolak pengaruh Iran, dengan al-Sharaa menyebut ambisi Iran sebagai "ancaman strategis bagi wilayah", khususnya pada warga Alawite.
Sementara itu, entitas bisnis Iran menghadapi pembekuan dan peninjauan ulang di bawah pemerintahan baru. Kilang minyak terbesar Suriah di Homs dan Banias, yang bergantung 90 persen pada minyak Iran sebelum jatuhnya Assad, kini berhenti beroperasi karena pasokan minyak Iran terputus pada Desember 2024. Pemerintah al-Sharaa menolak membayar utang Suriah sebesar lebih dari 30 miliar dolar AS kepada Iran, malah menuntut kompensasi 300 miliar dolar atas kerusakan yang disebabkan milisi Iran.
Investor Iran, yang sebelumnya membangun pabrik semen dan mobil, juga dibekukan atau tetap beroperasi dnegan mitra lokal dengan nama yang berbeda
Hotel-hotel dan proyek infrastruktur yang didanai Iran, seperti rencana "Marshall Plan" ala Iran untuk rekonstruksi, dibekukan setelah penjarahan kedutaan Iran di Damaskus, meninggalkan utang tak terbayar minimal 178 juta dolar AS.
Pengusaha Iran yang baru tidak lagi mudah untuk masuk ke Suriah pasca-Assad, karena pemerintah baru memprioritaskan investasi dari negara-negara Teluk dan Turki untuk menghindari pengaruh Iran. Meski begitu lembaga keagamaan Iran masih tetap beroperasi khususnya untuk kalangan Syiah.
Pada Mei 2025, AS mencabut sanksi terhadap Suriah kecuali yang terkait keluarga Assad, membuka pintu bagi investor Barat dan Arab, sementara bagi investir Iran tidak lagi menjadi prioritas. Pabrik mobil Saipa di Homs, dibuka pada 2007 dengan investasi 50 juta dolar AS, kini diambil alih oleh otoritas lokal, sementara kilang minyak Iran-backed di Banias mengalami kerugian besar akibat penghentian impor minyak diskon.
Hezbollah, yang oknumnya terlibat dalam perdagangan Captagon senilai miliaran dolar, kehilangan jaringan distribusinya melalui Yordania ke Teluk, dengan pabrik-pabrik mereka disita pada Februari 2025. Al-Sharaa menekankan reformasi energi untuk ketahanan 24 jam listrik, tapi tanpa keterlibatan Iran, fokus beralih ke mitra baru seperti Qatar dan UEA.
Daftar perusahaan milik Iran dan Hezbollah yang pernah berdiri di Suriah sebelum pemerintahan al-Sharaa berkuasa mencakup berbagai entitas yang mendukung operasi militer dan ekonomi rezim Assad. Al-Qatirji Company, konglomerat Suriah yang didukung IRGC-Qods Force, mengekspor minyak Iran ke Suriah dan Tiongkok, menghasilkan ratusan juta dolar untuk IRGC dan Houthi, dan disanksi AS pada 2018 serta 2024.
Saipa Auto Plant di Homs, pabrik perakitan mobil Iran senilai 50 juta dolar AS dibuka pada 2007, menjadi simbol hubungan ekonomi Tehran-Damaskus. Khodro Factory di utara Damaskus, dibuka pada Maret 2007, memproduksi kendaraan untuk pasar Suriah dan ekspor, meski terhambat sanksi Barat. Ehdasse Sanat Corporation's Cement Factory di Hama, kapasitas 1,1 juta ton per tahun, dibuka pada 2007 untuk mendukung infrastruktur yang dikelola pengusaha Iran.
Selain itu, Mapna Group, perusahaan energi Iran, membangun pembangkit listrik di Suriah hingga November 2024, meski terhambat subkontraktor terkait keluarga Assad. Concepto Screen SAL Offshore, perusahaan Lebanon afiliasi Hezbollah, memfasilitasi pengiriman minyak Iran ke Suriah melalui kapal seperti SERENE I pada 2024. Swaid and Sons Company, terkait Hezbollah, menghasilkan laba besar yang digunakan untuk ekspansi usaha ke Iran dan Yaman.
Al Jamal Network, jaringan keluarga al Jamal yang terkait Hezbollah, mengimpor minyak Iran ke Suriah. Perusahaan-perusahaan ini, termasuk yang terlibat perdagangan Captagon seperti pabrik di Mezzeh Military Airbase, mendanai biaya operasional sebelum Assad lengser.
Pada akhirnya, transisi di Suriah menandai akhir era dominasi Iran, dengan al-Sharaa membentuk kabinet inklusif pada Maret 2025 yang mencakup minoritas Alawite, Druze, Kristen, dan Kurdi. Kesepakatan dengan SDF membentuk komite militer dan ekonomi untuk integrasi.
Krisis kesehatan di Deir ez-Zor, dengan hanya 114 unit layanan yang dipantau WHO pada November 2024, memerlukan rekonstruksi mendesak, tapi tanpa dukungan dunia hal itu akan sulit direalisasikan dalam waktu singkat.
Pemerintah sementara menjanjikan pemilu hingga 2030, tapi tantangan ekonomi seperti hiperinflasi dan kerusakan infrastruktur tetap besar.
Investasi Iran di Suriah, yang mencapai 30-50 miliar dolar AS sejak 2011, kini menjadi beban politik di Tehran, dengan kritik domestik atas pengeluaran yang merugikan rakyat Iran. Dokumen kedutaan Iran yang dirampok pada Desember 2024 mengungkap rencana strategis untuk pendirian bank bersama dan perdagangan bebas tarif, tapi semua kini menjadi sirna kecuali ada deal di masa depan.
Pemerintah al-Sharaa, dengan dukungan Turki dan Qatar, mempromosikan visi ekonomi seperti Saudi Vision 2030, menarik investasi untuk industri dan pertanian. Meski demikian, ketidakstabilan di perbatasan Lebanon-Suriah, termasuk penculikan anggota militer pada Februari 2025, menunjukkan sisa konflik proksi Iran.
Secara keseluruhan, jatuhnya Assad membuka babak baru bagi Suriah, di mana aset Iran dan Hezbollah digantikan oleh agenda pemerintahan baru yang lebih merakyat. Fasilitas kesehatan di Deir ez-Zor seperti Al-Shifa tetap vital tapi terbatas, sementara bisnis Iran seperti kilang minyak dan pabrik mobil lenyap dari peta ekonomi.
Daftar perusahaan seperti Al-Qatirji dan Saipa mencerminkan jaringan luas yang mendukung rezim lama, tapi kini menjadi tanda tanya.
Akhirnya, nasib aset Iran di Suriah menjadi pelajaran Tehran, dengan utang tak terbayar dan larangan masuk menghambat pemulihan.
Tidak ada komentar
Posting Komentar